Oleh : H. Makdum Ibrahim, S. Th. I. MA (Ketua Ikakas Kab. Mamuju)
INDONESIA hari ini sudah darurat bullying (perundungan) di sekolah. Tiap tahun kasusnya meningkat. Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mencatat pada tahun 2020 terdapat 91 kasus kekerasan di sekolah, tahun 2021 naik menjadi 142 kasus, 2022 menjadi 194 kasus, tahun 2023 terus menukik menjadi 285 kasus dan yang tertinggi di tahun 2024 sebanyak 573 kasus.
Sekolah tidak lagi menjadi ruang aman dan nyaman bagi anak. Bahkan, data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) membuat kita semakin was-was dengan lingkungan sekolah: ada 25 kasus bunuh diri anak di Indonesia sepanjang tahun 2025, yang sebagian besar disebabkan oleh bullying.
Rentetan kasus bisa disebutkan. Misalnya, kasus bullying di sekolah yang menyebabkan kematian seorang siswa SMPN 1 Geyer, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah.
Kasus terbaru adalah peristiwa ledakan di area masjid SMAN 72 Jakarta di Kompleks Kodamar, Kelapa Gading, Jakarta Utara yang menyebabkan sedikitnya 96 orang terluka terjadi di tengah pelaksanaan Shalat Jum’at. Terduga pelaku —yang merupakan seorang siswa di sekolah tersebut— merupakan korban bullying.
Sekolah seharusnya menjadi ruang di mana harapan disemai, akhlakul karimah diamalkan, dan ilmu pengetahuan diajarkan. Sekolah bukan hutan rimba!
Hal ini harus menjadi perhatian kita semua, jangan sampai sekolah hanya melahirkan generasi – generasi pembully yang merendahkan martabat orang lain.
Tabe’.




