INTUISI.ID, SAMARINDA – Jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota Samarinda mengalami lonjakan signifikan dalam triwulan pertama 2025.
Berdasarkan data yang dihimpun, tercatat sedikitnya 50 kasus, menjadikan Kalimantan Timur (Kaltim) sebagai wilayah dengan tingkat kekerasan tertinggi secara nasional.
Menanggapi situasi tersebut, Wakil Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, Sri Puji Astuti, menegaskan perlunya langkah konkret dari pemerintah daerah dalam memberikan perlindungan yang lebih kuat bagi para korban.
“Angka yang tinggi ini bisa diartikan dua hal: kesadaran masyarakat untuk melapor mulai tumbuh, tapi juga menunjukkan bahwa kekerasan masih terjadi secara masif,” jelas Puji, Selasa, (05/08/25)
Menurutnya, penanganan kekerasan tidak bisa hanya berhenti pada tahap pencatatan dan pelaporan. Ia menekankan pentingnya sistem perlindungan menyeluruh, termasuk edukasi kepada masyarakat serta penguatan layanan dukungan bagi korban.
“Sistem dan regulasi sudah tersedia, namun masih belum efektif jika tidak dibarengi dengan edukasi publik yang memadai,” tambahnya.
Lebih lanjut, Puji menyoroti kondisi rumah aman yang saat ini dikelola oleh UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA). Ia menyayangkan karena fasilitas tersebut belum memenuhi kriteria standar layanan perlindungan yang layak.
“Rumah aman itu seharusnya berada di lokasi yang mudah dijangkau, dilengkapi sistem keamanan, dan memiliki akses ke layanan kesehatan, psikologis, hingga hukum. Sekarang, semuanya masih jauh dari kata ideal,” tegasnya.
Sri Puji Astuti berharap pemerintah segera berbenah dalam memastikan bahwa para korban kekerasan mendapatkan perlindungan maksimal, baik dalam bentuk layanan fisik maupun psikososial.
Ia juga mendorong sinergi antara pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan komunitas dalam upaya pencegahan serta pemulihan korban.
“Anak-anak dan perempuan yang menjadi korban berhak mendapat ruang aman untuk pulih. Pemerintah daerah harus hadir sepenuhnya untuk mereka,” pungkasnya. (Him/Adv/DPRDSamarinda)